Sunday, January 30, 2011

बिओग्रफी ROSULULLOH

Sebenarnya bukanlah kepantasan jika artikel di bawah ini di beri judul biografi Rasulullah, yang isinya ternyata hanya beberapa kalimat aja. yang tentunya saya yakin jika kita menulis hal-hal tentang Rasulullah......bisa di bayangkan betapa ragamnya makhluk tanpa dosa ini.....subhanallah.....
Namun demikian.....izinkanlah saya menyampaikan sedikit ilmu guna meneruskan apa yang saya dapat.....


Mukadimah
Bigorafi dan sejarah kehidupan Rasulullah saw. sudah mendapat perhatian khusus dari muslimin dari sejak permulaan Islam muncul di jazirah Arabia. Meskipun demikian, banyak sekali hadis dan riwayat yang memiliki kandungan tidak sama tentang seluk-beluk dan rincian kehidupan beliau ini. Lebih dari itu, pengetahuan kita tentang sejarah kehidupan beliau pra periode bi‘tsah tidak sedetail pengetahuan kita tentang kehidupan beliau pasca periode bi‘tsah.
Ala kulli hal, yang dapat kita simpulkan dalam benak kita setelah menelaah sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. selama enam puluh tiga tahun itu adalah gambaran tentang kemunculan seorang nabi Ilahi dan masa lalu seorang figur yang siap menantang setiap bahaya dan problematika untuk melakukan sebuah perombakan mendasar atas sebuah masyarakat tanpa sedikit pun rasa letih dan lelah. Hasilnya, beliau berhasil mempersatukan seluruh dataran jazirah Arab dan mempersiapkan lahan demi penyebaran agama Islam di luar batas goegrafis jazirah ini. Lebih penting dari itu semua, beliau telah berhasil mewujudkan sebuah agama yang sekarang termasuk salah satu agama yang sangat urgen di dunia.


Dari Lahir hingga Bi'tsah
Sesuai dengan kandungan banyak riwayat, Nabi Muhammad saw. dilahirkan pada tanggal 17 Rabi’ul Awal tahun Gajah (570 M.). Tapi menurut sebagian riwayat yang lain, beliau dilahirkan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal pada tahun yang sama.
Ayah Nabi Muhammad saw. adalah Abdullah bin Abdul Muthalib dan ibu beliau adalah Aminah binti Wahb. Kedua orang tua beliau berasal dari kabilah besar Quraisy. Para pembesar kabilah ini memiliki pengaruh yang sangat besar di kota Mekah. Mayoritas mereka adalah pedagang.
Beberapa masa sebelum Rasulullah saw. lahir, ayah beliau melakukan perjalanan dagang ke Syam (Suriah) bersama sebuah kafilah dagang. Pada saat pulang dari perjalanan dagang itu, ia jatuh sakit dan meninggal dunia. Sesuai dengan kebiasaan masyarakat Mekah kala itu, Muhammad kecil diserahkan kepada seorang wanita bernama Hal�mah yang hidup di daerah pedesaan supaya beliau berkembang di sebuah lingkungan yang sederhana dan bersih pedesaan.
Setelah Muhammad berusia 6 tahun, beliau pergi ke Yatsrib (Madinah) bersama ibunda untuk mengunjungi famili yang hidup di sana. Tetapi dalam perjalanan pulang, Aminah jatuh sakit dan meninggal dunia. Ia dimakamkan di sebuah desa yang bernama Abw�’ dekat Madinah.
Setelah dua peristiwa menyedihkan itu, Muhammad saw. diasuh oleh kakek beliau, Abdul Mutahlib. Tetapi tidak lama kemudian, Abdul Muthalib juga meninggal dunia ketika beliau masih berusia 8 tahun. Setelah itu, beliau diasuh oleh paman beliau, Abu Thalib. Ia memberikan perhatian khusus dalam mengasuh kemenakannya itu. Dalam sebuah perjalanan dagang, Abu Thalib membawa serta Muhammad yang masih kecil itu. Dalam perjalanan dagang ini juga, seorang pendeta bernama Buhair� melihat tanda-tanda kenabian pada diri beliau dan memberitahukan hal itu kepada Abu Thalib.
Salah peristiwa penting sebelum Rasulullah saw. menikah adalah peristiwa sumpah setia yang dikenal dengan nama Hilful Fudh�l. Dalam kesepakatan sumpah setia ini, beberapa pembesar kota Mekah saling berjanji untuk membela setiap orang yang teraniaya dan membela haknya. Setelah menjadi nabi, Rasulullah saw. juga memuji sumpah setia ini dan beliau menegaskan bahwa seandainya beliau diajak untuk melakukan sumpah setia yang serupa, niscaya beliau siap untuk mengikutinya.
Kejujuran dan kebajikan Muhammad saw. menjadi buah bibir masyarakat Arab kala itu. Oleh karena itu, beliau dijuluki Al-Am�n. Kejujuran inilah yang telah menarik hati Khad�jah binti Khuwailid sehingga ia siap menyerahkan modal kepada beliau supaya berdagang ke Syam. Setelah itu, ia begitu terpesona dengan kejujuran Muhammad sehingga ia sendiri mengajukan usulan untuk menikah dengan beliau, padahal usianya pada waktu—menurut pendapat yang masyhur—lima belas tahun lebih tua daripada usia beliau.
Khad�jah adalah seorang istri yang sangat setia dan rela berkorban demi Muhammad saw. Selama Khad�jah masih hidup, Muhammad tidak pernah menikah dengan wanita lain. Dari pernikahan dengan Khad�jah ini, Muhammad saw. memiliki beberapa orang anak. Tapi anak-anak lelaki beliau telah meninggal dunia ketika mereka masih kecil, dan anak perempuan beliau yang paling terkenal adalah Sayyidah Fathimah as.
Kita tidak memiliki banyak informasi tentang kehidupan Rasulullah saw. pada periode ini. Kita hanya mengetahui bahwa beliau adalah seseorang yang suka merenung dan berpikir dan tidak senang dengan etika dan tindakan kaum beliau yang tidak terpuji. Di antara kebiasaan yang paling dibenci oleh beliau adalah penyembahan berhala. Beberapa saat sebelum bi‘tsah, beliau selalu menyendiri di gua Hir�’ yang terdapat di sebuah gunung di pinggiran kota Mekah. Selama berada di dalam gua ini, beliau senantiasa merenung dan berpikir.


Dari Bi'tsah hingga Hijrah
Menurut pendapat sebagian ulama, di antara tanda-tanda kenabian Rasulullah saw. sebelum berusia 40 tahun adalah mimpi yang benar. Tetapi menurut pendapat yang masyhur, permulaan bi‘tsah dimulai ketika malaikat turun kepada Rasulullah saw. pada suatu malam di bulan Ramadhan atau Rajab dan membacakan beberapa ayat dari surah Al-‘Alaq kepada beliau. Menurut sebagian riwayat, setelah itu beliau bergegas pulang ke rumah dan meminta supaya beliau diselimuti.
Setelah peristiwa itu, terjadi masa kevakuman wahyu untuk beberapa tempo. Kevakuman wahyu ini membuat Rasulullah saw. sedih. Tetapi tidak lama setelah itu, malaikat wahyu kembali turun dan memerintahkan supaya beliau memberikan petunjuk kepada umat manusia, memperbaiki setiap penyelewengan agama dan dekadensi etika yang telah dilakukan oleh masyarakat, dan membersihkan Baitullah dari patung-patung sesembahan dan hati umat manusia dari tuhan-tuhan palsu.
Rasulullah saw. memulai dakwah Tauhid dari keluarga beliau sendiri, dan orang pertama yang beriman kepada beliau adalah Khad�jah, istri setia beliau. Dari kalangan kaum lelaki, orang pertama yang memeluk Islam adalah Ali bin Abi Thalib, sepupu beliau yang pada saat itu sedang diasuh oleh beliau. Menurut sebagian buku literatur Islami, Abu Bakar dan Zaid bin H�ritsah adalah orang pertama yang memeluk agama Islam. Harus kita perhatikan bahwa keterdahuluan memeluk Islam ini adalah sebuah kebanggaan bagi muslimin meskipun mereka memiliki kecondongan yang beraneka ragam. Tetapi lama kelamaan, hal ini menjadi ajang pertikaian teologis.
Meskipun permulaan dakwah sangat terbatas, tapi lama kelamaan jumlah muslimin semakin bertambah banyak, dan tidak berselang beberapa saat para pemeluk agama Islam pergi ke pinggiran kota Mekah dan mengerjakan salat bersama Rasulullah saw.
Setelah 3 tahun berlalu dari permulaan bi‘tsah, Rasulullah saw. memperoleh perintah untuk mengumpulkan seluruh kabilah Quraisy dan memulai dakwah Tauhid dalam ruang lingkup yang lebih luas. Beliau melakukan perintah itu. Tetapi ajakan beliau ini tidak mendapat tanggapan dan tidak berhasil menambah pengikut Islam.
Perlu kita perhatikan, meskipun para pembesar Mekah enggan menerima dakwah baru yang mengajak kepada keesaan Tuhan dan persamaan hak manusia ini, tetapi golongan tertindas dan kaum miskin menerima agama baru itu dengan seluruh jiwa dan raga dan memeluk Islam kelompok demi kelompok. Sebagian dari golongan ini seperti Amm�r bin Y�sir dan Bil�l Al-Habasyi malah menjadi sahabat besar Rasulullah saw.
Pertama kali, bangsa Quraisy, dan musyrikin Mekah pada umumnya, bersikap lunak menanggapi dakwah ini dan sikap mereka hanya terbatas pada tidak menghiraukan ajakan Rasulullah saw. itu. Tetapi, karena pengejekan terhadap patung-patung sesembahan dan adat istiadat nenek moyang mereka kian bertambah dahsyat, mereka mempersulit Rasulullah saw. dan muslimin, khususnya mereka menekan Abu Thalib yang senantiasa membela beliau dengan mati-matian supaya mempersulit ruang gerak keponakannya itu. Meskipun penggangguan terhadap muslimin dan Rasulullah saw. semakin memuncak dari satu sisi, tapi di kalangan Quraisy sendiri terdapat dua kelompok yang berbeda menanggapi dakwa beliau itu: satu kelompok menentang dan satu kelompok lagi membela.
Gangguang musyrikin Mekah sudah semakin dahsyat. Oleh karena itu, Rasulullah saw. memerintahkan beberapa orang sahabat untuk berhijrah ke Habasyah. Menurut sebuah riwayat, sebagian sahabat juga sering pulang pergi antara Habasyah dan Hijaz.
Pada tahun ke-6 bi‘tsah, bangsa Quraisy melakukan sebuah embargo atas keluarga Abdul Muthalib. Bangsa Quraisy sepakat untuk tidak menikah atau melakukan transaksi jual beli dengan Bani Abdul Muthalib. Mereka menulis kesepakatan itu di atas sebuah kertas dan menggantungkannya di dinding Ka‘bah. Karena embargo ini, Abu Thalib dan beberapa orang dari keluarganya terpaksa mengungsi ke sebuah lembah yang bernama Syi‘b Abu Thalib bersama Rasulullah saw. dan Khadijah. Mereka tidak bisa keluar dari lembah itu dan juga tak seorang pun yang berani memasukinya. Akhirnya, lantaran kertas yang berisi kesepakatan itu dimakan rayap, bangsa Quraisy bersedia membebaskan Bani Abdul Muthalib dari embargo itu pada tahun ke-10 bi‘tsah. Tidak lama dari keluarnya Rasulullah saw. dari lembah itu, dua orang dari penolong beliau yang terdekat, Khadijah dan Abu Thalib, meninggal dunia.
Dengan kepergian Abu Thalib ini, Rasulullah saw. merasa kehilangan salah seorang pendukung beliau yang paling serius. Melihat kesempatan emas ini, musyrikin menambah volume gangguan mereka terhadap beliau dan muslimin. Usaha beliau untuk mengajak penduduk di luar kota Mekah, khususnya Th�’if, juga tidak berhasil, dan beliau kembali ke Mekah dengan hati yang luluh. Akhirnya, perhatian beliau terpusat kepada kota Yatsrib yang sudah siap untuk menerima ajakan Islam. Di kota ini, kabilah Aus dan Khazraj selalu berperang, dan mereka selalu siap menerima setiap orang yang mengajak mereka kepada perdamaian.
Pada sebuah musim haji, Rasulullah saw. secara kebetulan berjumpa dengan enam orang yang berasal dari kabilah Khazraj. Beliau menawarkan Islam kepada mereka. Setelah pulang ke kabilah Khazraj, mereka menyampaikan ajakan beliau itu. Setahun setelah; yaitu tahun ke-12 bi‘tsah, beberapa orang dari kabilah Aus dan Khazraj berjumpa dengan beliau dan berbaiat dengan beliau di sebuah lembah yang bernama ‘Aqabah. Beliau pun mengutus seorang wakil beliau untuk menyampaikan ajaran Islam bersama para utusan itu. Baiat ini adalah pondasi pertama demi berdirinya sebuah negara Islam di Yatsrib. Pada tahun berikutnya, utusan Yatsrib dalam jumlah yang lebih banyak berbaiat dengan beliau. Pada saat itu, sangat sedikit sekali dari penduduk Yatsrib yang belum memeluk agama Islam.
Meskipun seluruh pembaiatan itu berlangsung secara rahasia, tetapi bangsa Quraisy mengetahui juga. Setelah mengadakan musyawarah, mereka sepakat untuk membunuh Rasulullah saw. pada malam hari dan setiap kabilah harus mengutus wakilnya. Hal ini mereka lakukan supaya tidak satu kabilah pun yang harus bertanggung jawab atas darah beliau. Beliau mengetahui rencana jahat itu. Akhirnya, beliau memerintahkan Ali as. untuk tidur di tempat tidur beliau, dan beliau sendiri bergegas berangkat ke Yatsrib bersama Abu Bakar.


Dari Hijrah hingga Wafat
Keluarnya Rasulullah saw. dari Mekah yang disebut juga dengan hijrah adalah sebuah lembaran baru dalam sejarah kehidupan beliau dan sejarah dunia Islam. Hal ini lantaran beliau tidak hanya bertugas mengajak kaum musyrikin untuk meninggalkan penyembahan berhala dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada waktu itu beliau telah berhasil membentuk sebuah pemerintahan dan sudah seharusnya beliau membangun sebuah tatanan masyarakat baru berdasarkan undang-undang syariat samawi.
Sebagian ahli sejarah berkeyakinan bahwa pada periode Madinah Rasulullah saw. telah meninggalkan tugas untuk bertablig dan menyebarkan Islam. Tapi keyakinan ini jelas tidak benar dan beliau tidak pernah melupakan missi mulia yang satu ini. Mengutus para sahabat untuk menyebarkan Islam di kalangan para kabilah Arab dan menulis surat kepada para pemimpin dunia kala itu adalah sebuah bukti gamblang atas ketidakbenaran keyakinan itu.
Muslimin menganggapi peristiwa hijrah Rasulullah saw. dari Mekah ke Madinah sebagai suatu peristiwa yang sangat urgen sehingga mereka menjadikan permulaan hijrah beliau itu sebagai permulaan lembaran sejarah mereka. Tindakan ini menunjukkan bahwa bangsa Arab menganggap peristiwa hijrah Rasulullah saw. itu sebagai sebuah lembaran baru sejarah.
Akhirnya, Rasulullah saw. tibah di Yatsrib pada bulan Rabi’ul Awal tahun 14 Bi‘tsah; sebuah kota yang dari sejak saat itu disebut Madinah Ar-Rasul (kota Rasulullah) atau disingkat menjadi Madinah. Sebelum sampai di kota itu, beliau singgah sebentar di kota Quba, dan penduduk Yatsrib bergegas menyambut kedatangan beliau. Setelah beberapa hari singgah di kota Quba, beliau masuk ke kota Madinah. Di atas sebuah tanah yang kering, beliau membangun sebuah masjid dengan dibantu oleh para sahabat dan pengikut beliau. Masjid tersebut adalah pondasi masjid nabawi sekarang ini.
Hari demi hari, jumlah muslimin yang berhijrah ke kota Yatsrib semakin bertambah dan penduduk asli Yatsrib (Anshar) menempatkan muslimin yang baru datang berhijrah itu (Muhajirin) di rumah-rumah mereka. Tindakan politik pertama Rasulullah saw. adalah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar, dan beliau sendiri mengangkat Ali bin Thalib as. sebagai saudara. Ada juga segelintir orang yang memeluk agama Islam secara lahiriah saja, dan hati mereka tidak pernah beriman. Mereka ini disebut munafikin.
Beberapa masa setelah memasuki kota Madinah, Rasulullah saw. mengadakan perdamaian dengan seluruh kabilah Yatsrib, termasuk para pengikut agama Yahudi dan Nasrani. Tujuannya supaya mereka menghormati hak-hak sosial masing-masing. Setelah beberapa waktu berlalu, Kiblat muslimin berubah dari Baitul Maqdis ke Ka‘bah. Dengan perubahan arah Kiblat ini, muslimin memiliki jadi diri yang independen.
Pada tahun pertama pasca hijrah, muslimin tidak memiliki konflik yang serius dengan musyrikin Mekah. Konflik mereka dimulai pada tahun kedua pasca hijrah. Pada dasarnya, mayoritas waktu dan tenaga Rasulullah saw. setelah hijrah difokuskan untuk memelihara komunitas kecil muslimin dan memperluas ruang lingkup pengaruh agama Islam. Pertama kali, Rasulullah saw. dan muslimin seharusnya mengajak kaum musyrikin untuk memeluk agama Islam atau meng-counter bahaya serangan mereka untuk selamanya.
Para pemeluk agama lain, khususnya agama Yahudi, pertama kali memiliki hubungan yang bersahabat dengan muslimin atau paling tidak mereka menampakkan hubungan yang bersahabat. Akan tetapi, tidak lama setelah itu, mereka mengadakan permusuhan dan bahkan kadang-kadang bersekongkol dengan para musuh Rasulullah saw.
Untuk menganalisa sikap Rasulullah saw. dan muslimin terhadap para pemeluk agama itu, kita semestinya juga memperhatikan sikap mereka ketika menghadapi setiap problematika dan bahaya yang mengancam masyarakat Islam kala itu. Jika kadang-kadang terjadi konflik di antara kedua pemeluk agama itu, tidak semestinya kita menginterpretasikan bahwa konflik itu hanyalah sebuah konflik agama dan mazhab. Hal ini lantaran banyak sekali ayat Al-Qur’an dan bahkan sikap Rasulullah saw. sendiri yang menyingkap penghormatan beliau terhadap semua pemeluk agama yang sejati, dan juga membuktikan bahwa pondasi kedua agama itu adalah satu.
Pada tahun 2 Hijriah, terjadi konflik militer pertama yang maha penting antara muslimin dan musyrikin Mekah. Pada sebuah peperangan yang dikenal dengan nama perang Badar, muslimin dengan jumlah bala tentara yang sangat sedikir dapat menggapai kemenangan yang gemilang, dan mayoritas musyrikin terbunuh atau menjadi tawanan perang, dan selebihnya melarikan diri. Kemenangan dalam perang Badar ini berhasil menganugerahkan semangat kepada muslimin. Tetapi Mekah berselimut kesedihan dan duka, dan penduduk Mekah mengambil keputusan untuk membalas dendam. Dari sisi lain, konflik pertama antara muslimin dan kaum Yahudi Bani Qainuq�‘ yang berdomisili di luar kota Madinah pun terjadi beberapa saat setelah perang Badar usai. Akhirnya, kaum Yahudi itu terpaksa harus mengundurkan diri dan menyerahkan daerah mereka kepada muslimin.
Pada tahun 3 Hijriah, kabilah Quraisy meminta bantuan kepada seluruh kabilah yang beraliansi dengan mereka dan bergerak menuju ke Madinah dengan bala tentara yang bersenjata lengkap. Laskar Quraisy ini dipimpin oleh Abu Sufy�n. Pertama kali, Rasulullah saw. ingin menunggu mereka di dalam kota Madinah. Tetapi akhirnya beliau mengambil keputusan untuk keluar dari kota demi menghadapi laskar Mekah itu. Kedua laskar itu bertemu di sebuah tempat di dekat gunung Uhud. Pada mulanya, muslimin berada di atas angin. Tapi dengan strategi yang dijalankan oleh Kh�lid bin W�lid ketika melihat sebagian muslimin lengah, laskar Quraisy mampu menyerang muslimin dari arah belakang dan membunuh mereka. Pada perang ini, Hamzah, paman Rasulullah saw., meneguk cawan syahadah. Rasulullah sendiri menderita luka dan berita bahwa beliau telah terbunuh membuat semangat muslimin melemah. Muslimin pulang ke Madinah dengan diselubung duka. Ayat-ayat Al-Qur’an yang turun berkenaan dengan peristiwa ini bersifat ucapan belasungkawa kepada mereka.
Pada tahun 4 Hijriah, terjadi beberapa kali konflik antara muslimin dan kabilah-kabilah di sekitar Madinah yang memandang bahwa agama baru itu tidak menguntungkan bagi mereka. Tidak jauh kemungkinan bahwa kabilah-kabilah itu melakukan aliansi untuk menyerang Madinah secara kolektif. Dua peristiwa Raj�‘ dan Bi’r Ma‘�nah yang telah menelan korban para mubalig muslimin yang dibunuh oleh bala tentara mereka membuktikan aliansi mereka itu, dan juga membuktikan usaha Rasulullah saw. untuk menyebarkan agama Islam di kota Madinah. Pada tahun ini, salah satu konflik sangat penting terjadi antara Rasulullah saw. dan kaum Yahudi Bani Nadh�r. Pada peristiwa ini, beliau melakukan perdamaian dengan mereka. Tapi mereka malah ingin membunuh beliau. Akhirnya, mereka terpaksa harus meninggalkan daerah tempat tinggal mereka.
Setahun setelah itu, Rasulullah saw. dan muslimin melakuan agresi militer hingga ke daerah perbatasan negara Syam (Suriah) yang bernama Dawmatul Jandal. Ketika bala tentara Islam tiba di daerah itu, musuh melarikan diri, dan Rasulullah pun kembali ke Madinah dengan disertai pasukan beliau.
Tahun ke-5 Hijriah belum usai, dan sebuah bahaya besar sedang mengancam pemerintahan Islam. Bangsa Quraisy Mekah dan Yahudi Bani Nadh�r yang telah terusir dari daerah domisili mereka bersekongkol dengan kabilah-kabilah lain untuk melakukan perlawanan terhadap Rasulullah saw. Akhirnya, terbentuklah sebuah pasukan besar yang berjumlah sepuluh ribu orang. Dan pasukan ini pun berangkat menuju ke Madinah. Ketika Rasulullah saw. mendapat berita itu, beliau—menurut pendapat yang masyhur—menggali parit di sekeliling kota Madinah atas usul Salm�n Al-F�ris�. Ketika laskar Quraisy tiba di Madinah, mereka menghadapi taktik baru perang itu. Selama kedua laskar itu saling berhadapan, hanya konflik-konflik bersenjata kecil yang terjadi. Akhirnya, setelah lima belas hari berlalu, laskar kafir Quraisy kembali ke Mekah dengan tangan hampa dan muslimin kembali menjalani kehidupan mereka sehari-hari.
Pada tahun 6 Hijriah, muslimin berhasil mengalahkan Bani Mushthaliq yang telah bersekongkol untuk mengadakan perlawanan terhadap Rasulullah saw. Pada tahun ini juga, banyak sekali laskar Islam telah diutus untuk memerangi kabilah-kabilah yang hidup di sekitar Madinah. Lantaran kerseriusan dan usaha Rasulullah saw. yang tidak kunjung padam, kini mayoritas problematika muslimin telah berhasil diatasi. Mayoritas kabilah yang hidup di daerah utara jazirah Arabia telah menyerah kepada Rasulullah saw. atau memeluk agama Islam. Satu-satunya daerah yang masih mengkhawatirkan pikiran beliau adalah kota Mekah. Pada tahun ini, Rasulullah saw. dan muslimin bermaksud untuk melakukan ibadah haji ke kota Mekah dan mereka bergerak dengan niat itu. Seluruh bangsa Quraisy sepakat untuk melarang Rasulullah saw. memasuki kota Mekah. Mereka mengutus seorang utusan untuk menemui beliau. Rasulullah saw. menegaskan bahwa beliau tidak ingin berperang dan tetap mewajibkan diri beliau untuk menjaga kehormatan rumah Allah itu. Bahkan beliau malah menegaskan siap berdamai dengan bangsa Quraisy untuk beberapa masa. Menanggapi usulan itu, bangsa Quraisy tidak memiliki satu pendapat. Tetapi akhirnya, mereka mengutus seseorang untuk menandatangani perdamaian dengan beliau. Berdasarkan kesepakatan perdamaian itu, Rasulullah saw. dan bangsa Quraisy berdamai dan tidak melakukan agresi militer apapun selama sepuluh tahun. Dalam perdamaian itu juga disyaratakan bahwa Rasulullah saw. tidak boleh memasuki kota Mekah hingga tahun mendatang. Menurut beberapa riwayat, meskipun pertama kali sebagian muslimin tidak menerima perdamaian itu, tapi akhirnya mereka memahami arti perdamaian itu demi memperluas ruang lingkup pengaruh Islam.
Karena Rasulullah saw. merasa aman dari serangan dan agresi militer bangsa Quraisy, pada tahuhn 7 Hijriah beliau memutuskan untuk mangajak para penguasa dan raja yang berkuasa di sekitar jazirah Arabia. Beliau menulis surat kepada Kaisar Romawi, Najasyi, penguasa daerah Ghass�n di Syam, dan penguasa Yam�mah. Pada tahun ini juga, Rasulullah saw. berhasil menundukkan kaum Yahudi Khaibar yang sudah beberapa kali bersekongkol dengan para musuh Islam untuk mengancam beliau. Benteng Khaibar yang terletak di dekat kota Madinah berhasil dikuasai oleh muslimin. Rasulullah saw. setuju kaum Khaibar melanjutkan cocok tanam di daerah mereka dengan syarat mereka harus menyerahkan sebagian hasil cocok tanam itu kepada muslimin. Rasulullah saw. kembali ke Madinah. Tapi pengutusan bala tentara dan utusan ke daerah-daerah di sekitar Madinah masih tetap berlanjut.
Pada tahun 8 Hijriah, kaum Quraisy melanggar kesepakatan perdamaian dan menyerang sebuah kabilah yang masih beraliansi dengan muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah saw. bergerak menuju Mekah dengan diiringi oleh pasukan yang besar nan lengkap dan berkemah di luar wilayah kota Mekah pada malam hari. Abu Sufy�n, seorang pembesar musyrikin, berjumpa dengan Rasulullah saw. lantaran mediasi Abb�s, paman Rasulullah, dan memeluk Islam. Rasulullah pun menjadikan rumah Abu Sufy�n sebagai tempat perlindungan yang aman. Laskar Islam berhasil memasuki kota Mekah tanpa menghadapi sedikit pun perlawanan dari pihak Quraisy. Rasulullah saw. mendeklarasikan amnesti umum bagi seluruh penduduk Mekah. Beliau memasuki Ka‘bah dan membersihkan rumah Allah itu dari berhala. Setelah itu, beliau berdiri di atas bukit Shaf� dan seluruh masyarakat berbaiat kepada beliau.
Belum berlalu lima belas hari dari kedatangan Rasulullah saw. di Mekah, sebagian kabilah besar jazirah Arabia yang belum memeluk agama Islam melakuan aliansi untuk menentang beliau. Dengan membawa bala tentara dalam jumlah yang sangat besar, Rasulullah saw. meninggalkan kota Mekah. Ketika bala tentara itu tiba di sebuah daerah yang bernama Hunain, musuh yang telah bersembunyi di sekitar daerah itu menghujani mereka dengan anak panah. Hujan anak panah sangat deras sehingga laskar Islam terpaksa mundur ke belakang. Sebagian kecil dari mereka terkurung dalam hujan panah itu. Tapi akhirnya mereka berhasil meloloskan diri. Laskar Islam menyerang balik laskar musuh dan berhasil mengalahkan mereka.
Pada musim panas tahun ke-9 Hijriah, Rasulullah saw. memperoleh informasi bahwa imperium Romawi membentuk sebuah pasukan militer untuk menyerang Madinah. Beliau disertai muslimin berangkat untuk melakukan perlawanan. Pasukan Islam tiba di Tabuk. Tetapi peperangan urung terjadi. Setelah mengadakan perdamaian dengan kabilah-kabilah yang hidup di perbatasan negara itu, beliau kembali ke Madinah. Setelah peristiwa perang Tabuk itu, Islam tersebar ke seluruh penjuru jazirah Arabia. Banyak sekali delegasi kabilah yang datang ke Madinah dan memeluk agama Islam. Tahun ke-10 Hijriah dikenal dengan nama Sanah Al-Wuf�d (Tahun Kedatangan Para Delegasi). Rasulullah saw. diam di Madinah dan menerima delegasi dari berbagai kabilah Arab. Pada tahun ini juga Rasulullah saw. mengadakan perdamaian dengan para pengikut agama Kristen yang hidup di kota Najr�n. Dan pada tahun ini juga, beliau berangkat untuk melaksanakan ibadah haji, dan pada saat kembali beliau mengangkat Ali bin Abi Thalib as. sebagai pemimpin muslimin di Ghadir Khum sepeninggal beliau.
Di pemulaan tahun ke-11 Hijriah, Rasulullah saw. menderita sakit. Penyakit beliau bertambah parah. Beliau naik ke atas mimbar dan berpesan kepada muslimin untuk saling betindak kasih sayang di antara mereka. Beliau berkata, “Jika seseorang memiliki hak atasku, maka ia hendaknya mengambil haknya itu atau menghalalkannya. Jika aku pernah menyakiti seseorang, maka sekarang aku siap untuk dibalas.”
Rasulullah saw. wafat pada tanggal 28 Shafar 11 Hijriah dalam usia 63 tahun. Atau menurut sebuah riwayat, beliau meninggal dunia pada tanggal 12 Rabi’ul Awal dalam tahun yang sama. Pada saat meninggal dunia, tak seorang pun dari putra dan putri beliau yang masih hidup, kecuali Sayyidah Fathimah Az-Zahra’ as. Seluruh keturunan beliau, termasuk Ibrahim yang lahir dua tahun sebelum beliau wafat, telah meninggal dunia sebelum beliau. Imam Ali as. dengan dibantu oleh beberapa orang memandikan dan mengafani jenazah beliau. Setelah itu, ia menguburkan beliau di dalam rumah beliau, yang sekarang berada di dalam masjid Madinah.
Ketika menyifati Rasulullah saw., para perawi hadis menegaskan bahwa beliau sering diam dan tidak pernah berbicara kecuali dalam batas yang diperlukan. Beliau juga tidak pernah membuka mulut lebar-lebar. Sebaliknya, beliau sering tersenyum. Beliau tidak pernah tertawa dengan suara yang keras. Jika beliau ingin menemui seseorang, beliau menghadapkan seluruh tubuh beliau kepadanya. Beliau sangat menyukai kebersihan dan bau badan yang harum sehingga jika beliau berlalu di sebuah tempat, orang-orang yang berlalu setelah beliau memahami lantaran bau harum itu bahwa beliau pernah berlalu di tempat itu. Beliau hidup sederhana; beliau duduk di atas tanah dan menyantap makanan di atas tanah. Beliau tidak pernah menyombongkan diri. Beliau tidak pernah menyantap makanan hingga kenyang, dan dalam mayoritas kesempatan, khususnya ketika baru tiba di Madinah, beliau selalu menahan rasa lapar. Dengan itu semua, beliau tidak menjalani hidup ini seperti seorang rahib; beliau masih menikmati kehidupan dunia, berpuasa, dan juga tekun beribadah. Beliau memperlakukan muslimin, dan bahkan orang-orang yang memeluk agama lain dengan penuh kasih sayang dan penuh maaf. Sejarah kehidupan beliau begitu menarik hati muslimin sehingga mereka menceritakan tindakan-tindakan beliau yang paling sepele sekalipun kepada yang lain dan pada masa sekarang ini menjadi teladan dalam kehidupan mereka.
Syiar fundamental Islam adalah kembali kepada tujuan tunggal para nabi as.; yaitu tauhid dan penyembahan Tuhan Yang Maha Esa, sebuah keyakinan yang beriman kepadanya dapat mendatangkan kebahagiaan abadi bagi umat manusia. “Katakanlah bahwa tiada tuhan selain Allah, niscaya kalian akan beruntung,” sabda Rasulullah saw.
Dalam pemikiran semacam ini, dengan menegakkan keadilan sebagai salah tujuan asli para nabi Ilahi as. (QS. Al-Had�d [57]:25), seluruh keistimewaan manusia seperti warna kulit, suku, bahasa, dan lain sebagainya hanyalah berfungsi untuk saling mengenal sesama. Satu-satunya tolok ukur keutamaan dan keunggulan adalah ketakwaan. (QS. Al-Hujur�t [49]:13)
Demi mewujudkan tujuan risalah ini, Rasulullah saw. membentuk sebuah negara di sebuah kota kecil dengan berlandaskan pada tauhid dan keadilan. Beliau berhasil mempersatukan dua kaum yang selalu berperang, Hijaz dan Tuhamah, dan membentuk sebuah umat yang tunggal. (QS. Al-Anbiy�’ [21]:92) Semua itu dalam rangka kembali kepada ajaran Al-Qur’an bahwa umat manusia adalah umat yang tunggal dan para nabi senantiasa berusaha untuk mengutuhkan ketunggalan umat ini. (QS. Al-Baqarah [2]:213)
Meskipun Rasulullah saw. harus memulai ajakan risalah di kalangan kaum dan keluarga beliau sendiri (QS. Al-An‘�m [6]:92), tetapi ajakan ini di sejak semula telah bersifat mendunia. (QS. Yusuf [12]:104) Dalam menghadapi tradisi dan adat istiadat masyarakat Arab, Al-Qur’an memerangi seluruh tradisi dan dan adat istiadat mereka yang buruk sehingga—sebagai contoh—Islam menganggap kesombongan dan semangat Arabisme sebagai kesombongan dan semangat jahiliah (QS. Al-Fath [48]:26). Tetapi dalam menghadapi tradisi dan adat istiadat yang terpuji dan yang kadang-kadang berlandaskan pada ajaran samawi, Islam berperan memberikan arahan Ilahi dan meluruskan segala bentuk penyelewengannya.
_________________
Wassalam,
muh asror

Saturday, January 22, 2011

सीना दान KESABARAN

Cinta dan Kesabaran
OPINI | 04 March 2010 | 05:01 781 9 Nihil

jika membahas tentang cinta pasti sabar harus di ikutsertakan…

tak ada cinta yang tak butuh ke sabaran…

tak ada cinta yang tak membutuhkan ke ikhlasan dan perjuangan..

bukan pihak ke 3-lah (jika ada) yang menjadi musuh terbesar dalam hubungan 2 insan manusia tetapi melawan diri sendirilah yang butuh perjuangan dan di sertai dengan kesabaran..

cinta tanpa kesabaran tak akan pernah ada.. jikalau ada tak akan pernah bertahan lama.. itu benar..

saling percaya adalah salah satu bentuk kesabaran.. tanpa adanya rasa sabar tak akan ada percaya..lidah itu tak bertulang!logika itu tak berujung! semua ada kemungkinannya

saling memahami butuh kesabaran… tak akan mungkin ada perasaan saling memahami tanpa di dasari oleh kesabaran.. karena tanpa kesabaran yang ada hanya salah paham belaka..

saling menyanyangi mengajari cara bagimana memposisikan kesabaran di atas segala galanya…

tanpa kesabaran cinta tak akan hadir..

tanpa kesabaran cinta hanya nafsu belaka..

tanpa kesabaran.. cinta hanya akan menjadi penyakit…

maka.. jika kau menginginkan cinta.. bersabarlah.. cinta akan datang padamu tanpa dicari..

subbhanallah…

rostov 4-3-201

आरती KEIMANAN

Bagaimana pengertian Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah? Apakah Iman itu bisa bertambah atau berkurang? Jawab Pengertian Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah adl ikrar dalam hati diucapkan dgn lisan dan diamalkan dgn anggota badan. Jadi Iman itu mencakup tiga hal Ikrar dgn hati. Pengucapan dgn lisan. Pengamalan dgn anggota badan. Jika keadaannya demikian maka iman itu akan bisa bertambah atau bisa saja berkurang. Lagi pula nilai ikrar itu tidak selalu sama. Ikrar atau pernyataan krn memperoleh satu berita tidak sama dgn jika langsung melihat persoalan dgn kepala mata sendiri. Pernyataan krn memperoleh berita dari satu orang tentu berbeda dari pernyataan dgn memperoleh berita dari dua orang. Demikian seterusnya. Oleh krn itu Ibrahim ‘Alaihis Sallam pernah berkata seperti yg dicantumkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. “Ya Rabbku perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yg mati. Allah berfirman ‘Apakah kamu belum percaya’. Ibrahim menjawab ‘Saya telah percaya akan tetapi agar bertambah tetap hati saya”. Iman akan bertambah tergantung pada pengikraran hati ketenangan dan kemantapannya. Manusia akan mendapatkan hal itu dari dirinya sendiri maka ketika menghadiri majlis dzikir dan mendengarkan nasehat didalamnya disebutkan pula perihal surga dan neraka ; maka imannya akan bertambah sehingga seakan-akan ia menyaksikannya dgn mata kepala. Namun ketika ia lengah dan meninggalkan majlis itu maka bisa jadi keyakinan dalam hatinya akan berkurang. Iman juga akan bertambah tergantung pada pengucapan maka orang berdzikir sepuluh kali tentu berbeda dgn yg berdzikir seratus kali. Yang kedua tentu lbh banyak tambahannya. Demikian halnya dgn orang yg beribadah secara sempurna tentunya akan lbh bertambah imannya ketimbang orang yg ibadahnya kurang. Dalam hal amal perbuatan pun juga demikian orang yg amalan dgn anggota badannya jauh lbh banyak daripada orang lain maka ia akan lbh bertambah imannya daripada orang yg tidak melakukan perbuatan seperti dia. Tentang bertambah atau berkurangnya iman ini telah disebutkan di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Allah Ta’ala berfirman yg artinya “Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan utk jadi cobaan bagi orang-orang kafir supaya orang-orang yg diberi Al-Kitab yakin dan supaya orang-orang yg beriman bertambah imannya”. “Dan apabila diturunkan suatu surat maka diantara mereka ada yg berkata ‘Siapa di antara kamu yg bertambah imannya dgn surat ini ?’ Adapun orang yg beriman maka surat ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yg di dalam hati mereka ada penyakit maka dgn surat itu bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya dan mereka mati dalam keadaan kafir”. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa kaum wanita itu memiliki kekurangan dalam soal akal dan agamanya. Dengan demikian maka jelaslah kiranya bahwa iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Namun ada masalah yg penting apa yg menyebabkan iman itu bisa bertambah ? Ada beberapa sebab di antaranya Mengenal Allah dgn nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Setiap kali marifatullahnya seseorang itu bertambah maka tak diragukan lagi imannya akan bertambah pula. Oleh krn itu para ahli ilmu yg mengetahui benar-benar tentang asma’ Allah dan sifat-sifat-Nya lbh kuat imannya daripada yg lain. Memperlihatkan ayat-ayat Allah yg berupa ayat-ayat kauniyah maupun syar’iyah. Seseorang jika mau memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat kauniyah Allah yaitu seluruh ciptaan-Nya maka imannya akan bertambah. Allah Ta’ala berfirman. Artinya “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yg yakin dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan” . Ayat-ayat lain yg menunjukkan bahwa jika manusia mau memperhatikan dan merenungkan alam ini maka imannya akan semakin bertambah banyak melaksanakan ketaatan. Seseorang yg mau menambah ketaatannya maka akan bertambah pula imannya apakah ketaatan itu berupa qauliyah maupun fi’liyah. Berdzikir umpamanya akan menambah keimanan secara kuantitas dan kualitas. Demikian juga shalat puasa dan haji akan menambah keimanan secara kuantitas maupun kualitas. Adapun penyebab berkurangnya iman adl kebalikan daripada penyebab bertambahnya iman yaitu -Jahil terhadap asma’ Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini akan menyebabkan berkurangnya iman. Karena apabila mari’fatullah seseorang tentang asma’ dan sifat-sifat-Nya itu berkurang tentu akan berkurang juga imannya. -Berpaling dari tafakkur mengenai ayat-ayat Allah yg kauniyah maupun syar’iyah. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya iman atau paling tidak membuat keimanan seseorang menjadi statis tidak pernah berkembang. -Berbuat maksiat. Kemaksiatan memiliki pengaruh yg besar terhadap hati dan keimanan seseorang. Oleh krn itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda “Tidaklah seseorang itu berbuat zina ketika melakukannnya sedang ia dalam keadaan beriman”. -Meninggalkan ketaatan. Meninggalkan keta’atan akan menyebabkan berkurangnya keimanan. Jika ketaatan itu berupa kewajiban lalu ditinggalkannya tanpa udzur maka ini merupakan kekurangan yg dicela dan dikenai sanksi. Namun jika ketaatan itu bukan merupakan kewajiban atau berupa kewajiban namun ditinggalkannya dgn udzur maka ini juga merupakan kekurangan namun tidak dicela. Karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menilai kaum wanita sebagai manusia yg kurang akal dan kurang agamanya. Alasan kurang agamanya adl krn jika ia sedang haid tidak melakukan shalat dan puasa. Namun ia tidak dicela krn meninggalkan shalat dan puasa itu ketika sedang haid bahkan memang diperintahkan meninggalkannya. Akan tetapi jika hal ini dilakukan oleh kaum laki-laki maka jelas akan mengurangi keimanannya dari sisi yg satu ini. Sumber Soal Jawab Masalah Iman dan Tauhid Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

sumber file al_islam.chm